Setiap kali memulai
pagi setelah dua tanggal lima berlalu, selalu ada kata bismillah untuk
mengawalinya. Apa yang paling peting dari hidup ini kalau kita tidak menemukan
kepuasan atas apa yang kita hadapi. Puas bukan hanya pada sebuah keberhasilan
yang berbuah kebahagian nyata dan langsung. Siapa misalnya yang tak puas, dapat
menyelesaikan tanggungjawab yang diebankan dengan baik. Siapa yang tak puas
ketika keinginan-keinginan yang bagi sebagian orang sulit berhasil dicapai
dengan sukses. Siapa yang tak puas jika keinginan untuk punya barang yang
disukai tercapai. Namun dibalik kepuasan ada sebuah makna yang selalu terucap
kalau manusia tidak pernah merasa puas. Lagi, lagi dan lagi.
Puas bukan hanya sekedar hasil, namun puas merupakan proses.
Keadaan apapun, kondisi apapun proses akan menentukan segalanya. Pagi ini kita
mulai dengan puas bisa menghadapi masalah besar.
Seandainya ada yang tiba-tiba bertanya pada dirimu, apa
masalah besar yang kamu hadapi? Bagi sebagian orang akan berpikir dulu untuk
menjawabanya karena begitu banyak masalah besar yang dihadapi. Namun bagi
sebagaian orang lain akan menjawab masalah terbesar yang pernah dihadapi adalah
menghadapi diri sendiri. Bagi yang berangapan diri seindirilah yang menjadi
masalah besar, rasanya akan setuju
dengan cerita kecil pagi ini.
Saya maaf
menggunakan kata subjek ini, karena saya
lebih mewakili apa cerita kita. Doa akan selalu dikabulkan Tuhan percayalah
selama itu membawa kebaikan untuk kita. Awal tahun 2012 ini saya punya sebuah
doa agar diberikan kesempatan untuk mencoba menjalin sebuah hubungan yang lebih
serius dengan lawan jenis. Kata ibu saya, umur saya memang sudah tak apa
mencoba hal ini. Kata ibu saya lagi Tuhan selalu sayang dengan orang yang
menyelaraskan doa dan ikhtiarnya. Ajaib, belum cukup satu bulan akhirnya doa
saya dengar.
Bismillah saya memang selalu mendatangkan hasil,
bagaimanapun dan entah apapun namanya entah kebetulan, entah ada kesempatan,
entah memang disengaja, dan entahlah, yang pasti ini sudah diatur Tuhan. Hingga
akhirnya pertemuan itu terjadi, lagi, lagi dan lagi. Hingga akhirnya komunikasi itu terjaga dengan
kata saling. Saling menanyakan kabar, saling menanyakan kesibukan, saling
meminformasikan, saling berbagi cerita. Hingga akhirnya tak lengkap tak ada
kabar dari mu, tak lengkap tak menanyakan kesibukan mu, tak lengkap tak saling
menginformasikan, dan tak lingkap tak saling berbagi cerita.
Peremuan itu hatinya mudah luluh, untuk ini mungkin lebih
cocok untuk kategorinya untuk saya. Dan untuk beberapa perempuan yang setuju. Selalu
mencoba menyakinkan diri, ini hanya hubungan biasa saja, dengan prinsip jalani saja. Tapi hati tak bisa dibohongi. Munafik, itu bukan saya, kata
tak lengkap mulai berubah menjadi keharus, lagi, lagi dan lagi. Itu yang saya rasakan.
Saya harus tau kabar mu, saya harus tau kesibukan mu, saya
harus tau informasi tentang mu, saya harus bercerita pada mu. Makin kesini,
makin rumit, karena bagi saya hanya butuh beberapa waktu untuk menjadikan kata
harus menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi kebutuhan. Dan pertama kali
saya katakana kalau semua itu terjadi bukan tanpa alasan, bukan hanya
keinginan, tapi hanya karena saya diberi celak untuk mengubah sebuah keharus
menjadi kebutuhan.
Siapa yang menolak diberikan kebaikan, saya tidak akan
menolak. Kita lanjutkan, semakin kesini, semakin rumit, semakin banyak
keharusan yang menjadi kebiasaan. Bukan
saya tidak dapat nasehat atau petuah, bahkan saya beberapa kali diingatkan, untuk
mengurangi kebiasaan baru ini. Tapi
setiap ada nasehat, setiap itu pula saya lupa dengan nasehat itu. Baru ingatlah
saya sekarang kalau logika itu akan dikalahkan oleh perasaan. Perasaan saya
memang selalu menang ketika berperang melawan logika, itulah saya.
Hari, minggu, bulan, satu bulan, dua bulan, tiga bulan,
empat bulan, lima bulan, bulan berikutnya, berikutnya, dan berikutnya. Lumayan lama
makin tidak menentu. Bahkan tingkat keparahan mulai muncul. Inilah titik dimana
penjemputan kesadaran mulai dibangkitkan, satu persatu logika itu mulai menang.
Mulai melakukan perlawanan hebat, keras dan luar biasa. Keparahan mulai terasa
menyakinkan saat kebutuhan menjadi dipaksakan.
Dipaksakan arti katanya saja sudah akan kelihatan
hasilnya, apalagi sampai benar-benar dilakukan. Tapi jujur waktu itu memang
saya mulai melakukan paksaan, saya mulai meminta yang saat ini baru saya sadari
itu bukan untuk saya. Usaha saya dengan bernada paksaan begitu menurut mu,
membuat semuanya menjadi rumit, atau lebih tepatnya kacau.
Logika saya mulai menjemput kesadaran yang ditutupi kata cinta. Satu hari, dua hari, seminggu,
dua minggu, mulai muncul kata
saya salah berharap, kata hati
saya.
ya saya salah berharap, kata sahabat saya,
saya salah berharap kata saudara
saya,
saya salah berharap kata ibu saya.
dan muncul
untuk apa saling
bertukar kabar, untuk apa saling menanyakan kesibukan, untuk apa saling
memberikan informasi, untuk apa saling bercerita. Apa guna kalimat saling
melengkapi, jika hanya mendatangkan sebuah kekhwatiran, kegelisahan, kecemasan,
kegundahan, dan keraguan, dan tanpa ada kepastian. Memang jelas kepastian hanya
milik_Nya, namun jika hubungan ini membuat atau menjadi penghalang kita “maaf
saya gunakan kata kita” untuk mencapai
bahagia. Tanpa harus meminta, tanpa
harus menjelaskan kepada mu, setuju atau tidak, memang ini harus berakhir. dan seperti juga kata mu, cinta memang tak bisa dipaksakan.
Begitulah, kenapa cerita ini harus saya sampaikan, cukup saya
tidak ada saya berikutnya lagi. Apa lagi saat kebutuhan menjadi dipaksakan. Kasihan,
memang kasihan sekali, saya.
Maaf,
Sedikit memang yang saya bagikan, tapi untuk yang satu ini bukan banyaknya yang
penting tapi niatnya. Bagi saya berbagi merupakan obat. Dan bagian yang
panjangnya telah saya bagi dengan Tuhan, dan saya mendapat obatnya.
Potong-potongan lagian sengaja saya simpan, saya tutup rapat, dan saya
kunci. Tahu kenapa karena itu bagian-bagian yang menyakitkan. Saya tak ingin
membagi kesakitan itu, karena untuk mengobatinya kembali saya belum tentu siap.
Sebelum cerita pagi ini saya tutup dengan Alhamdulillah,
satu detik, dua detik, tiga menit, empat menit, satu jam, satu hari, satu
minggu, satu bulan, dua bulan, dan dua kali tanggal lima. Sekarang saya jauh
lebih baik. Bagi saya soal cinta bukan hal yang main-main.
Semoga
bahagia yang saya cari secepatnya saya dapatkan, begitu juga dengan mu,..
Dbesni.